Komisi VIII Dukung Aktivitas Belajar Pesantren di Zona Hijau

Pimpinan pesantren dan pendidikan keagamaan mengupayakan seoptimal mungkin untuk melaksanakan pembelajaran secara daring.
Suara.com - Komisi VIII DPR RI mendukung Kementerian Agama (Kemenag) membuka kembali aktivitas belajar mengajar di pondok pesantren (ponpes), dengan wajib menerapakan protokol kesehatan secara ketat. Ponpes dan madrasah yang boleh membuka aktivitasnya pun hanya yang berada di zona hijau saja, mengingat persebaran Covid-19 di Tanah Air masih tinggi.
"Kami (Komisi VIII DPR RI) siap bekerja sama dengan Menag untuk sama-sama mengawal. Kami berharap, seluruh keluarga besar ponpes tidak mengangap Covid-19 ini sesuatu yang enteng, karena sampai saat ini, kasusnya masih tinggi," ungkap Ketua Komisi VIII DPR, Yandri Susanto saat mengelar konprensi pers di Ruang Rapat Komisi VIII, Gedung Nusantara II DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (18/6/2020) malam.
Penerapan protokol kesehatan, lanjut Yandri, adalah syarat wajib yang harus diterapkan di semua ponpes. Selain itu, pihaknya juga meminta pemerintah berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga lainnya guna memfasilitasi pengecekan kesehatan bagi santri yang akan masuk ponpes.
"Untuk memutus penyebaran di dalam ponpes, kami berharap pemerintah dapat memfasilitasi pengecekan kesehatan para santri sebelum mereka kembali melakukan aktifitas di dalam ponpes," katanya.
Baca Juga: DPR Sarankan Pembahasan RUU Haluan Ideologi Pancasila Dibatalkan
Yandri juga mengapresiasi langkah pemerintah yang mengelontorkan anggaran sebesar Rp 2,3 triliun untuk ponpes.
Sementara itu, Menteri Agama, Fachrul Razi mengatakan, panduan pembelajaran di pesantren dan pendidikan keagaman lain adalah bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Keputusan Bersama (SKB) empat menteri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran Pada Tahun Ajaran dan Tahun Akademik Baru di Masa Pandemi Covid-19.
Ia menjelaskan, pendidikan keagamaan Islam yang berasrama adalah pesantren. Dalam pesantren tersebut terdapat sejumlah satuan pendidikan, yaitu Pendidikan Diniyah Formal (PDF), Muadalah, Ma’had Aly, Pendidikan Kesetaraan pada Pesantren Salafiyah, Madrasah/Sekolah, Perguruan Tinggi, dan Kajian Kitab Kuning (nonformal).
"Selain pesantren, ada juga MDT dan LPQ yang diselenggarakan secara berasrama," lanjut dia.
Pendidikan keagamaan untuk Kristen, Katolik dan Buddha juga mengikuti panduan Kementerian Agama.
Baca Juga: DPR akan Bahas Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok Kebijakan Fiskal 2021
"Hal yang sama berlaku juga di Kristen. Ada SDTK, SMPTK, SMTK dan PTKK yang memberlakukan sistem asrama. Untuk Katolik, ada SMAK dan PTK Katolik yang berasrama, sedangkan yang Buddha menyelenggarakan Sekolah Tinggi Agama Buddha Negeri (STABN) secara berasrama," ucapnya.
Menurutnya, ada empat ketentuan utama yang berlaku dalam pembelajaran untuk pendidikan keagamaan berasrama maupun tidak berasrama. Menag juga menyampaikan, bagi pesantren dan pendidikan keagamaan yang belum menyelenggarakan pembelajaran tatap muka ada, sejumlah panduan yang harus dilaksanakan.
Pertama, pimpinan pesantren dan pendidikan keagamaan mengupayakan seoptimal mungkin untuk melaksanakan pembelajaran secara daring. Kedua, memberi petunjuk kepada peserta didik yang ada di rumah untuk menjaga kesehatan sebaik-baiknya dengan menaati semua protokol kesehatan yang ditentukan, dan menyiapkan perlengkapan dan peralatan yang dibutuhkan saat pembelajaran tatap muka akan dimulai.
Ketiga, berkoordinasi dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di daerah dan dinas kesehatan setempat untuk memastikan bahwa keadaan asrama memenuhi standar protokol kesehatan. Apabila tidak memenuhi, segera dilakukan upaya pemenuhan standar protokol kesehatan sesuai petunjuk gugus tugas setempat, serta tetap melaksanakan belajar di rumah.
Keempat, jika pimpinan pesantren dan pendidikan keagamaan akan memulai pelaksanaan pembelajaran tatap muka, maka harus memenuhi ketentuan yang terkait penerapan protokol kesehatan.
Ketentuan protokol kesehatan yang berlaku pada pendidikan keagamaan yang tidak berasrama, lanjut Fachrul Razi, berlaku juga untuk pesantren dan pendidikan keagamaan yang berasrama. Mereka harus membudayakan penggunaan masker, jaga jarak, dan menerapkan etika batuk dan bersin yang benar. DPR juga mengimbau agar menggunakan kitab suci, buku dan bahan ajar pribadi, serta menggunakan peralatan ibadah pribadi yang dicuci secara rutin.