DPR Komitmen Selesaikan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

MN Yunita
DPR Komitmen Selesaikan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual
Ketua DPR, Bambang Soesatyo memberikan keterangan mengenai penyelesaian RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. (Dok: DPR)

DPR akan melibatkan berbagai pihak dalam pembahasan RUU tersebut

Suara.com - DPR RI berkomitmen segera menyelesaikan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual usai masa reses Masa Persidangan I berakhir.

Hal ini mengingat berbagai tindak kekerasan seksual belakangan ini marak terjadi. Terbaru adalah kasus Baiq Nuril, eks tenaga honorer di SMAN 7 Mataram, Nusa Tenggara Barat.

“Usai masa reses berakhir dan Dewan kembali sidang 21 November, DPR bersama pemerintah akan segera penyelesaian RUU Penghapusan Kekerasan Seksual,” ungkap Ketua DPR, Bambang Soesatyo melalui rilis yang diterima Parlementaria, Senin (19/11/2018).

DPR akan melibatkan berbagai pihak dalam pembahasan RUU tersebut  antara lain Majelis Ulama Indonesia (MUI), Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI), Perwakilan Umat Budha Indonesia (WALUBI), Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI), Komnas Perempuan, Aliansi Cinta Keluarga Indonesia, dan para pakar hukum pidana.

Baca Juga: DPR Sepakat Terapkan Keterbukaan Parlemen di Level Global

“Masukan yang diterima itu akan diformulasikan ke dalam berbagai pasal-pasal. Keterlibatan organisasi keagamaan dimaksudkan agar RUU tersebut bisa kuat secara aspek moral dan agama. Dengan demikian akan memperkuat roh dalam implementasinya di lapangan,” jelasnya. 

Lebih lanjut,  RUU Penghapusan Kekerasan Seksual bukan hanya akan mengatur hukum terhadap pelakunya, namun juga akan memberikan perlindungan kepada korban. Selain itu juga berfungsi sebagai tindakan pencegahan (preventif).

“Jika ada anggapan DPR tidak serius menyelesaikan RUU ini karena sebagian besar anggota dewan adalah pria, ini salah besar. Kekerasan seksual tak hanya terjadi pada perempuan saja, kaum pria juga rentan terhadap kekerasan seksual,” tutur mantan Ketua Komisi III DPR itu.

Bamsoet berharap, pengesahan RUU tersebut akan menjadi salah satu jalan keluar agar tindak kekerasan seksual bisa diproses tuntas secara hukum. Sekaligus menjadi pegangan bagi para penegak hukum agar bisa memberikan keadilan.

Pada kasus yang terjadi pada Baiq, ia melaporkan tindakan kekerasan seksual yang diterimanya namun ia malah mendapat vonis penjara 6 bulan dan denda Rp 500 juta. Padahal saksi UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dari Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam persidangan sudah menyatakan bahwa apa yang dilakukan Baiq Nuril tidak melanggar UU ITE.

Baca Juga: Ketua DPR: Pemerintah Harus Sikapi PNS yang Tolak Pancasila

Saat menjatuhkan vonis hakim seperti kekurangan dasar hukum dan terkesan tak cermat lantaran tidak adanya UU Penghapusan Kekerasan Seksual yang menjadi dasar utama pembelaan terhadap kaum perempuan.


Twitter Dpr

Parlementaria

Berita, fakta dan informasi mengenai seputar yang terjadi di DPR-RI